Roti dan Buah

Gagap bahasa yang menimbulkan kejadian lucu, mungkin sudah banyak diceritakan. Aku tentu saja pernah mengalaminya, terutama di awal-awal kedatanganku ke Jogja. Contohnya, suatu saat, di perjalanan, aku merasa perutku lumayan lapar. Meski begitu, aku tidak terlalu mood untuk menyantap nasi dan lauk-pauk. Maka, aku mampir ke sebuah toko untuk mencari roti. Bagi keluargaku (dan kukira bagi banyak keluarga Sunda lainnya), roti adalah jenis makanan berbahan dasar terigu dan mentega yang adonannya dikembangkan dengan ragi. Padanan kata dalam bahasa Inggrisnya adalah bread.

Yang tidak kuketahui, definisi roti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah semua jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok tepung terigu. Berarti, biskuit, kukis, pie, muffin, cake dan segala jenis kue yang tidak menggunakan ragi pun dikategorikan roti. Salah paham inilah yang membuat lucu.

Kebetulan, roti (bread) yang kumaksud tidak kutemukan di toko itu. Jadi, aku bertanya pada mbak pegawainya. “Ada roti, nggak, Mbak?”

Si Mbak langsung menunjuk ke deretan biskuit dalam berbagai kemasan.

“Eh, bukan, bukan biskuit, tapi roti… yang isinya bisa macam-macam itu lho… roti cokelat, roti keju, susu…,” kataku berharap si Mbak ngeh maksudku. Ternyata ia malah mengerutkan kening.

“Ini, kan?” Katanya menunjuk kembali biscuit cokelat di hadapannya.

“Bukan,” aku mulai garuk-garuk kelapa. “Kadang ada yang isinya kacang ijo,” kataku mulai ga konsen, hihihi… 😀

“Oh, ini?” Tanyanya menunjuk bakpia kering. Waduh…. Aku kembali menggeleng.

“Roti, Mbak… Roti… bukan kue… Ada juga yang isinya pisang,” kataku mulai putus asa, teringat roti pisang keju favoritku yang bikin perut makin berkruyuk-kruyuk.

“Ini?” Si Mbaknya malah menyodorkan… keripik pisang!

Aku akhirnya menyerah dan membayar kripik pisang itu buat camilan, hahaha…. Untungnya aku lagi ga pengen pepaya. Kalau aku bilang gedang (dalam bahasa Sunda, gedang artinya pepaya), pasti bakal disodorin pisang juga, kan? Karena gedang dalam Bahasa Jawa berarti pisang.

Para ponakanku yang tinggal di Pekalongan juga pernah membuat Mama bingung dengan penggunaan kata roti ini. Saat mereka merengek, “Eyang, pengen roti…” Mamaku langsung mengambilkan roti manis. Dan para kucrit itu langsung merajuk, “Roti yang itu,” kata mereka sambil menunjuk biskuit dan cake di dalam lemari es. “Itu bukan roti,” kata Mama heran, “Roti tuh yang begini.” (sambil menunjuk roti manisnya). Dikiranya kakakku salah mengajarkan vocabulary pada anak-anaknya, hahaha….

Satu hal lagi yang agak membingungkan bagi orang di luar Sunda, adalah penggunaan kata buah. Bagi kami, kata buah merujuk pada mangga (karena mangga sendiri telah punya arti lain, yaitu ‘silakan’ – sebagai jawaban dari kata ‘punten’). Jadi, kalau aku berkata, “Palay buah”, itu artinya pengen mangga (palay = pengen, buah = mangga), bukan pengen buah dalam arti kata ‘buah’ secara umum, hehehe…

Bingung, kan? 😛

25 thoughts on “Roti dan Buah

  1. Hehehehe…
    inilah indahnya keberagaman …

    Next time kalau mau beli roti ..
    Kamu bawa Fotonya Da ?
    terus kamu kasih lihat ke mbak penjaga toko rotinya
    biar ngeh …
    hehehhe

    salam saya

    • Bukan fotonya Om, bawa contoh rotinya sekalian … terus si mbak yang melayani diminta mencicipi, biar lain kali bisa menjelaskan : oh, roti pisang itu rasanya begini, roti coklat itu begitu, roti nanas itu begono … 😀

      salam saya (buat Mida, bukan buat Om Nh … hihi )

      • Haduh… Om NH sama Bunda Tuti ada-ada aja…
        Nanti saya ajakin si Mbak-nya jalan2 ke Breadtalk aja sekalian ah… hihihi… 😀

        Salam manis kembali buat Om dan Bunda Tuti… ^_^

Leave a reply to isdiyanto Cancel reply